OPINI: Masyarakat Jangan Larut dalam Drama Deadlock KUA-PPAS Eksekutif vs Legislatif
Oleh: Samsul Gchunk, (Masyarakat Transparansi Anggaran)
Masyarakat diimbau untuk tidak terbuai atau terbawa dalam pro dan kontra terkait deadlock KUA-PPAS antara eksekutif dan legislatif di Lombok Barat. Fenomena tarik ulur anggaran memang menjadi bagian dari dinamika kekuasaan yang biasa terjadi di panggung politik pemerintah dan parlemen.
Sandiwara politik ini sebenarnya merupakan tontonan dari para politisi yang ingin menunjukkan kekuatan dan pengaruh mereka. Namun, sesungguhnya lobi-lobi politik terjadi di balik layar. Jika akhirnya bupati menggunakan nomenklatur APBD tahun sebelumnya karena tidak tercapai titik temu, hal ini diperbolehkan dan tidak melanggar aturan.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah diperkenankan menggunakan APBD tahun sebelumnya apabila terjadi kebuntuan atau tidak adanya kesepakatan dengan DPRD dalam waktu 60 hari sejak rancangan peraturan daerah tentang APBD diajukan.
Secara politis, Bupati LAZ yang juga Ketua DPW PAN NTB memiliki posisi strategis sebagai pimpinan partai di tingkat provinsi. Meski jumlah anggota DPRD dari partainya di Lombok Barat terbatas, posisi ketua DPW PAN membawahi 10 kabupaten/kota di NTB, memberikan pengaruh yang cukup besar, dibandingkan pimpinan partai tingkat kabupaten yang terbatas di lingkup DPRD Lombok Barat.
Selama kebijakan bupati dapat mengarah pada tujuan positif, seperti menekan angka pokok-pokok pikiran (pokir) dewan agar pembangunan terkontrol dan berdampak nyata bagi masyarakat tanpa korupsi, langkah tersebut akan mendapat dukungan dari rakyat.
Masyarakat juga diingatkan untuk tidak terlalu terlarut dalam apa yang tampak sebagai drama antara eksekutif dan legislatif. Sebab, meskipun sering terlihat saling kritik dan tarik ulur anggaran, pada akhirnya mereka akan mencapai kesepakatan, seperti yang terjadi pada persetujuan pembangunan alun-alun Lombok Barat.
Strategi seperti alih fungsi lapangan dan pengalihan lokasi pembangunan dianggap sebagai langkah realistis untuk meminimalisir potensi protes dari masyarakat sekitar. Contohnya, perubahan warna cat gedung kantor bupati dari putih ke biru putih yang berjalan lancar tanpa penolakan.
Secara politis, langkah-langkah ini merupakan bagian dari legacy Bupati LAZ yang ingin meninggalkan jejak positif selama masa jabatannya. Sandiwara politik dan drama dalam pemerintahan pada akhirnya hanyalah pertunjukan yang akan dengan mudah dicarikan solusi.

