Gubernur NTB Dianggap Benar, Mantan Anggota DPRD Tak Berhak Tagih Pokir
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) dinilai tidak salah dalam mengambil kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak pada Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) di APBD. Mantan anggota DPRD NTB, Najamuddin, berencana melaporkan Gubernur NTB ke Polda karena kebijakan ini, namun langkah tersebut dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Kebijakan efisiensi anggaran Gubernur NTB didasarkan pada Pasal 309 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, yang mewajibkan pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara efisien dan akuntabel. Oleh karena itu, pemangkasan atau penundaan program tertentu karena alasan efisiensi dan kondisi fiskal dianggap legal dan sah.
Pokir sendiri bukan milik pribadi anggota dewan, melainkan bagian dari mekanisme perencanaan aspiratif yang hanya bisa diusulkan dan dibahas oleh anggota DPRD aktif. Setelah masa jabatan berakhir, kewenangan atas anggaran juga berakhir. Tidak ada pasal dalam hukum Indonesia yang membenarkan mantan anggota DPRD ikut campur dalam pelaksanaan APBD setelah pensiun dari jabatannya.
Langkah Gubernur NTB untuk merasionalisasi program Pokir dari mantan anggota DPRD yang sudah tidak menjabat dianggap layak diapresiasi. Pelaporan ke Polda juga dianggap tidak berdasar karena kebijakan fiskal seperti efisiensi anggaran bukan tindak pidana. APBD adalah uang rakyat yang harus dikelola secara transparan dan akuntabel.