Pengadilan Negeri Mataram Sidangkan Kasus Penipuan dan Penggelapan, Notaris Rahmawati Terdakwa
Labulianews id, Mataram, 28 Oktober 2025 — Pengadilan Negeri Mataram kembali menyidangkan perkara nomor 536/Pid.B/2025/PN Mtr yang melibatkan terdakwa Rahmawati, S.H., M.Kn. dan Rustan Efendi, yang sebelumnya sudah divonis bersalah namun kini sudah bebas.
Sidang kali ini mendengarkan kesaksian Rustan Efendi terkait dugaan penipuan dan penggelapan dalam transaksi jual beli rumah di Perumahan Jafana The Riverside, Kota Mataram. Perkara yang didaftarkan pada 1 September 2025 ini ditangani oleh penuntut umum Baiq Nurjanah, S.H., Heru Sandika Triyana, S.H., dan Vikran Fasyadhiyaksa Putra Yuniar, S.H.
Kasus bermula pada Oktober 2014, ketika terdakwa Rahmawati dan Rustan menawarkan dua unit rumah kepada Nonik Hermawati, S.H. dengan harga khusus Rp 150 juta per unit, jauh di bawah harga normal Rp 500 juta dan Rp 450 juta.Nonik melakukan pembayaran Rp 300 juta secara cash di kantor notaris Rahmawati pada 7 Oktober 2014. Namun, setelah transaksi, Nonik hanya menerima sertifikat satu rumah (Blok A1). Ketika menagih sertifikat rumah kedua (Blok A2), staf notaris menyatakan sertifikat sudah diserahkan kepada Rustan yang kemudian menjualnya kembali seharga Rp 250 juta pada Juni 2016.
Dalam dakwaan, terdakwa diduga membuat legalisasi perjanjian jual beli palsu dan memberi surat keterangan pengurusan sertifikat untuk meyakinkan korban. Rahmawati dan Rustan sempat menjanjikan penggantian kerugian Rp 550 juta jika korban mencabut laporan, namun janji tersebut tak pernah ditepati, akhirnya nonik melakukan upaya hukum.
Dalam dakwaannya, Jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP penggelapan, dikaitkan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penasehat hukum Rahmawati menyatakan dari keterangan Rustan Efendi yang dihadirkan jaksa, tidak ada bukti keterlibatan kliennya. "Tidak ada keterangan saksi yang menyatakan terdakwa terlibat seperti yang didakwakan," tegasnya. Ia yakin Rahmawati akan bebas.
Rustan menyebutkan bahwa sebelum Akta Jual Beli (AJB), dia sudah memberitahu Nonik bahwa sertifikat rumah masih menjadi anggunan kredit. Namun, Nonik membantah hal tersebut. Rustan mengakui tanda tangan kwitansi pembayaran Rp 90 juta, bukan Rp 300 juta seperti yang tertulis, dan mengatakan tidak ada serah terima uang di hadapan notaris.
Kuasa hukum Nonik, Haji Akhmad Salehudin, menyatakan jika sertifikat memang dalam anggunan, kliennya tak mungkin membeli rumah tersebut. "Nonik diberi informasi sertifikat sedang proses pemecahan di BPN melalui notaris Rahmawati," katanya.
Nonik menilai keterangan Rustan di persidangan sangat berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelumnya dan diduga sudah diatur oleh pihak terdakwa. Dia mempertanyakan bagaimana mungkin dirinya meminjamkan sertifikat untuk anggunan kredit, sementara yang menjual malah Rustan.
"Kenapa Rustan baru mengakui meminjamkan sertifikat setelah bebas dari penjara ? Kenapa tidak disampaikan sebelumnya?" kata Nonik menyesalkan.
Sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan mendegarkan keterangan saksi ahli, (ms)

