Opini: Hapus Dana Desa: Cegah Kades Manja dan Korupsi, Kembalikan Inisiatif Membangun Desa
Oleh: Aman Keseq
Dana Desa (DD) yang digulirkan pemerintah pusat sejak 2015 awalnya diharapkan menjadi penyelamat pembangunan pedesaan. Tapi, realitasnya jauh dari itu. Selama ini, DD justru memanjakan kepala desa (kades) menjadi "tukang atur anggaran" semata, tanpa usaha nyata mencari dana alternatif. Korupsi merajalela, tapi minim inisiatif kreatif karena kades sudah "puas" dengan alokasi rutin dari APBN.
Di NTB sendiri, Dugaan kasus penyelewengan DD tak terhitung, dari dugaan fiktif proyek infrastruktur hingga mark-up harga material. Lihat saja pilkades: orang berebut menjadi calon Kades bukan karena visi membangun desa, melainkan harapan gaji bulanan dan kuasa kelola ratusan juta rupiah. Motif murni pelayanan publik hilang, diganti ambisi pribadi.
Data KPK mencatat korupsi DD capai Rp 1,3 triliun pada 2023 saja, dengan kades sebagai pelaku utama. Ini bukti DD gagal dorong kemandirian desa; malah ciptakan budaya "menunggu kiriman" dari Jakarta.
Solusinya? Hapus DD secara bertahap. Alihkan ke blok grant provinsi/kabupaten dengan pengawasan ketat, plus insentif bagi desa yang inovatif cari PADes (Pendapatan Asli Desa) dari pariwisata, Perikanan, perkebunan, pertanian organik, atau UMKM. Kades harus kembali jadi pemimpin visioner, bukan pegawai negeri "gaji tetap".
Reformasi ini akan paksa desa mandiri, kurangi korupsi, dan kembalikan esensi gotong royong. Pemerintah jangan ragu bertindak—desanya butuh, bukan belenggu anggaran.
Gerung, 21 Desember 2025
Aman Keseq

